Selasa, 01 Januari 2013

Hukum Perayaan Tahun Baru Dalam Perspektif ke-Islaman

Perpindahan tahun masehi (tahun baru) sudah menjadi agenda besar bagi seluruh masyarakat seluruh dunia untuk melakukan pesta-pesta yang dilakukan secara glamour maupun tidak. Dan ironisnya kebanyakan beberapa ummat islam adalah sponsor dan sekaligus sebagai pelaku utama dalam pesta tersebut.

Sejarah kalender Gregorian (masehi)
Kalender Gregorian atau kalender masehi, sudah menjadi standar perhitungan hari internasional. Pada mulanya kalender ini dipakai untuk menetukan jadwal kebaktian gereja-gereja katolik dan protestan. Kalender Gregorian adalah kalender murni surya yang betemu siklusnya pada tiap 400 tahun sekali (146097 hari). Satu tahun normal panjangnya 365 hari, setiap bilangan tahun yang habis dibagi 4, tahunnya memanjang menjadi 366 hari, namun tidak berlaku untuk kelipatan 100 tahun dan berlaku kembali tiap kelipatan 400 tahun. Contoh tahun 2000 adalah tahun panjang (kabisat, leap year) sedangkan tahun 1990 tahun normal.
Kalender Gregorian adalah pembaruan dari kalender Julian. Dalam 16 abad pemakaian kalender Julian, titik balik surya sudah bergeser maju sekitar 10 hari dari yang biasanya ditengarai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun. Hal ini membuat kacaunya penentuan hari raya paskah yang bergantung pada daur candra dan daur surya di titik balik tersebut. dikawatirkan paskah akan semakin bergeser tidak lagi jatuh di musim semi untuk belahan bumi utara, serta semakin menjauhi peringatan hari pembebasan zaman Nabi Musa a.s. (penyebrangan laut merah).

Pemikiran tentang koreksi ini sebenarnya telah mulai di pergunjingkan dengan keluarnya tabel-tabel koreksi oleh gereja sejak zaman Paus Pius V. Dekrit rekomendasi baru dikeluarkan oleh penggantinya, yaitu Paus Gregorius XIII dan disahkan pada tahun 24 Februari 1582. Isinya antara lain tentang koreksi daur tahun kabisat dan pengurangan 10 hari dari kalender Julian. Dengan demikian, tanggal 4 Oktober 1582 Julian, esok harinya adalah tanggal 15 Oktober 1582 Gregorian. Tanggal 5 hingga 14 Oktober 1582 tidak pernah ada dalam sejarah ini. Sejak saat itu, titik balik surya bisa kembali ditandai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun, dan tabel bulan purnama yang baru disahkan untuk menentukan perayaan paskah di seluruh dunia. Pada mulanya kaum protestant tidak menyetujui reformasi Gregorian ini, baru pada abad berikutnya kalender itu diikuti. Dalam tubuh katolik sendiri, kalangan gereja ortodox juga besikeras untuk tetap mengikuti kalender Julian, namun pemerintahan demi pemerintahan mulai mengakui dan akhirnya  pemakaiannya semakin meluas seperti yang kita ketahui sekarang.

Bagaimana menyikapi tahun baru masehi?
Perayaan tahun baru masehi sudah menjadi tren dalam kehidupan masyarakat, tren yang sudah mendunia sehingga dapat menembus relung-relung agama, budaya dan kearifan lokal. Sudah banyak dilakukan di tanah air tercinta kebiasaan-kebiasaan yang dibangun dalam perayaan tahun baru di berbagai penjuru tanah air, baik yang di kota besar ataupun di tingkat desa. Merayakannya dengan hura-hura, seperti bergadang semalam suntuk, konvoi di jalan raya, panggung hiburan rakyat, pesta kembang api, tiup terompet pada detik memasuki tahun baru, wayang semalam suntuk bahkan tidak ketinggalan ditambah lagi gemerlap yang ditawarkan oleh beberapa stasiun televisi yang menjadikan acara tahun baru sebagai program unggulan berbaur bintang yang bertujuan untuk menyita waktu dan perhatian masyarakat di depan televisi. tentunya dari fenomena yang terjadi sudah menjadi rutinitas semu bagi bangsa ini. Sebenarnya bagaimana Islam memandang perayaan tahun baru?

Di zaman Romawi, pesta tahun baru adalah untuk menghormati Dewa Janus (Dewa yang digambarkan bermuka dua). Kemudian perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar ke Eropa (abad permulaan masehi). Seiring muncul dan berkembangnya agama nasrani, akhirnya perayaaan ini dijadikan sebagai satu perayaan satu paket dengan natal. itulah yang menjadi sebab ucapan natal dan tahun baru di jadikan satu: "Merry Christmas and Happy New Year".

Dalam perspektif agama, Islam melarang umatnya untuk meniru-niru, mencontoh, menyerupai, mengikuti, dan menyamai umat di luar islam (Tasyabbuh), hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Maa'idah ayat 3, yang artinya. "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi mu."  Mengutip apa yang ditulis oleh Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam buku beliau Risalah Bid'ah, didalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa agama Islam telah sempurna dan lengkap, yang tidak memerlukan sedikitpun tambahan dan pengurangan, apapun bentuk dan alasannya dan tambahan-tambahan tersebut meskipun disangka baik atau dari siapa saja datangnya meskipun dianggap benar oleh sebagian manusia, adalah suatu perkara besar yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi sangat dicintai oleh iblis dan pengikutnya.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan : "Suatu ketika seorang lelaku datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam untuk meminta fatwa kerena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu;alaihi wa sallah menanyakan kepadanya: "Apakah disana ada berhala sesembahan orang jahiliyah?" Dia menjawab "Tidak". Beliau bertanya "Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?" Dia menjawab "Tidak". Maka Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Tunaikan nadzarmu, karena sesunggunya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat kepada Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam". (H.R. Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah SWT di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah SWT, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menyerupai perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala' (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala' terhadap kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapus keimanan.

Penutup dan Kesumpulan
Bagi seorang muslim ada beberapa mudharat yang ditimbulkan dari perayaan tahun baru. Diantaranya 
  • pertama Merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir yang telah dilarang oleh  Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam.
  • kedua campur baur (ikhtilath) antara pria dan wanita seperti yang kita lihat hampir seluruh perayaan malam tahun baru bahkan sampai terjerumus pada perbuatan zina.
  • ketiga pemborosan harta dan waktu, karena uang yang mereka keluarkan untuk merayakannya. (membeli hal pendukung perayaan dan tidak bermanfaat).
Meskipun ritualnya berbeda dalam perayaannya itu tetap saja turut serta dalam perayaannya.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts