Kamis, 12 April 2012

Seberapa Banyak Jumlah Anak Autis Di Dunia Ini..?


Autis kini sudah menjadi permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia, temasuk di Indonesia. Dikarenakan jumlah anak autis yang semakin bertambah. Setiap tahun, angka kejadian autis meningkat pesat. Data yang muncul di beberapa media menyebutkan bahwa pada tahun 1987 rasio jumlah orang dengan autis adalah 1 : 5.000. Pada tahun 2007 di AS menurut laporan Center for Disease Control memiliki rasio autis 1 : 150 (di antara 150 anak, ada satu anak autis). Tetapi informasi data dari website lain menyatakan data dari Centre for Disease Control and Prevention Amerika Serikat menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita autis. Angka ini naik 57 persen dari data tahun 2002 yang memperkirakan angkanya 1 dibanding 150 anak. Satu persen anak di sana kini menunjukan beberapa gejala autis, seperti gangguan sosial, perilaku, bahasa, berkomunikasi, dan kemampuan kognitif, mulai dari yang ringan sampai berat.
Sementara di Inggris sendiri disebutkan rasionya yaitu 1 : 100. Di Canada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dari data yang sudah muncul di beberapa media terlihat semakin lama semakin meningkakat rasio jumlah anak dengan autis. Data ini juga menguatkan temuan berbagai studi yang menyebutkan gejala autis lebih sering terlihat pada anak laki-laki dibanding perempuan, dengan jumlah perbandingan 4 : 1. Menurut data CDC ini, pada anak laki-laki prevelansinya naik 60 persen dibanding dengan data tahun 2002. Sementara anak perempuanya hanya 48 persen.
Di Indonesia, peningkatan anak autis juga terlihat mesti tidak diketahui pasti berapa jumlahnya karena pemerintah belum pernah malakukan survei. Namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autis Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autis diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak” (Kompas : 2000). Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autis di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata sungguh-sungguh menyandang autis berserta spektrumnya.?
Berbagai studi menyatakan naiknya jumlah anak autis bisa dijelaskan lewat luasnya karakteristik yang dipakai untuk menentukan diagnosa anak autis serta peningkatan akses informasi data pada kondisi autis. Meski begitu, masih ada tanda tanya besar mengenai penyebab gangguan kondisi ini. Yang menarik untuk diketahui adalah mengapa kini makin banyak anak yang menderita autis.? Yang pasti jawabannya tidak sederhana karena banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Seperti adanya motode diagnosis yang kian berkembang, hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena autis akan semakin besar pula. Jumlah tersebut diatas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini bebepa penyebab autis masih misterius kebenarannya dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.
Beberapa penelitian menunjukkan, perubahan genetik merupakan penyebab gangguan autis. Namun beberapa pakar menyatakan kurang yakin dengan penjelasan ini. “Bila kita melihat peningkatan autis seperti ini, maka kita harus mulai mengarahkan fokus pada isu lingkungan,” kata Dr.Thomas Insel, Direktur National Institute of Mental Health. Sebagai contoh, perdebatan yang terjadi pada kemungkinan penyebab autis yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps, rubella) dan autis. Peneliti lainnya membantah hasil penyelidikan tersebut tetapi beberapa orang tua anak penyandang autis tidak puas dengan bantahan tersebut. “Jeane Smith (USA) bersaksi didepan kongres Amerika : saya dan banyak orang tua anak penderita autis percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi”.
Akan tetapi banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari sebelum bayi dilakirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan baberapa keluarga melalui gen autis. Salah satu penelitian terbaru mengenai penyebab autis, menemukan para penderita aurtis memiliki gen umum dengan variasi yang berbeda. Temuan gen tersebut nantinya bisa memudahkan diagnosis dan mengembangkan terapi serta pencegahan terjadinya autis pada anak.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal Nature ini membandingkan gen dari ribuan penderita autis dengan ribuan orang normal. Hasil dari penelitian menunjukan, sebagian besar penderita autis memiliki variasi genetik dari DNA mereka yang berpengaruh pada hubungan antarsel otak. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa kolerasi antara autis dan cacat lahir yang disebabkan oleh thailidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi awal 20 hari pada saat pembentukan janin.
Para peneliti juga mengungkapan adanya hubungan antara autis dengan “kesalahan kecil” pada segmen DNA yang terdapat sel komunikasi di dalamnya. Peneliti lainnya, Mishew menemukan bahwa pada anak yang terkena autis bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
“Temuan ini bisa membuka kesempatan untuk mencari tahu bagaimana mengatasi masalah pada fungsi dan perkembangan sel otak yang dialami penderita autis,” kata Hakon Hakonarson, kepala Center for Applied Genomics at Children’s Hospital di Philadelphia, Amerika Serikat. Meskipun temuan tentang hubungan penyebab autis dengan DNA bukan untuk pertama kalinya, sampai saat ini belum ditemukan cara mencegahnya. Pada penelitian sebelumnya menemukan 65% penderita autis memiliki variasi gen yaitu cadherin 10 dan cadherin 9. Gen tersebut mengontrol molekul adhesi yang ada di otak dan peneliti memperkirakan hal itulah yang menyebabkan autis.
Lalu, studi lainya menemukan hubungan antara autis dengan materi gen yang mengandung ubiquitin. Ubiquitin adalah protein yang terikat dengan molekul adhesi dan berhubungan juga dengan sel otak. Karin Nelson, ahli neurology Amerika mengadakan penelitian terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sempel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil, tetapi empat sempel berikutnya mempunyai kedar protein otak tinggi ini berlkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autis terjadi sebelum kelahiran bayi.
Saat ini orang tua anak penyandang autis boleh merasa lega mengingat perhatian dari para peneliti dan masyarakat di negara-negara besar dunia mengenai kelainan autis menjadi sangat serius. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Dan juga, kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik dan metabolik.
Akan tetapi teknologi juga memungkin kan terjadinya autis pada anak. Khususnya pada sinyal WiFi, sinyal Wi-Fi disinyalir bisa mempercepat perkembangan jumlah autis pada anak-anak. Demikian ungkapan dalam sebuah studi yang dibesut oleh lembaga Australasian Journal of Clinical Environmental Medicine. “Radiasi elektromagnetis dari Wi-Fi kelihatanya menjebak unsur tertentu dalam otak dan menyebabkan gelaja autis pada anak makin meningkat.”. Ungkap Dr.George Carlo, salah satu pembesut studi ini seperti dikutip detikNet dari EeTimes, Kamis (29/11/2007). Sebelumnya, Dr.George Carlo juga pernah meneliti bahwa penggunaan ponsel juga berpengaruh terhadap meningkatnya angka anak yang menderita autis.
Kesimpulannya, dikarenakan angka pertambahan autis yang terus bertambah setiap tahunnya serta beberapa data di media internet masalah kasus belum pastinya dan cara pencegahannya penyebab autis semakin berkelanjutan, dan memungkinkan untuk terus diteliti, sehingga orang tua belum bisa menentukan tindakan preventif apa yang bisa dilakukan. Namun para alhi berpendapat terapi terpadu sebaiknya langsung dilakukan begitu anak didiagnosis autis. Dengan terapi terpadu, diharapkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berkomunikasi akan meningkat. Kerjasama yang erat antara orangtua, terapis, dokter, psikologi, serta guru di sekolah sangat diperlukan agar penanganan anak autis bisa lebih baik lagi.
Sumber :
http://bulansabitku.blogspot.com/2010/03/artikel-tentang-autis.html
http://hackz-zone.blogspot.com/2010/04/jumlah-anak-autis-semakin-bertambah.html
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/210-jumlah-anak-autis-meningkat
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/111-radiasi-wi-fi-bikin-anak-jadi-autis
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/205-temuan-gen-penyebab-autis

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts